Mencoba Minimalis


Berawal dari hidup saya yang berpindah-pindah lokasi selama 12 tahun belakangan ini, saya jadi berprinsip untuk tidak memiliki banyak barang, supaya tidak sulit waktu boyogan dan tidak menghabiskan biaya untuk angkut-angkut. Walaupun kejadiannya pas pindahan barang boyongan tetap banyak. Haha.

Kegiatan menyortir barang menjadi sering saya lakukan, selain untuk mengontrol barang yang dimiliki tetap dalam jumlah yang masuk akal juga melatih diri untuk tidak melekat atau ketergantungan pada suatu barang. Nah, saya baru tahu bahwa ada aliran gaya hidup minim barang seperti ini yang disebut Minimalism Life Style. Tetapi saya tidak membaiat diri ke dalam aliran ini, saya cuma terus berusaha untuk hidup dengan barang-barang yang penting dan bermanfaat saja semampu saya.


Berangkat dari pengalaman, saya membuat daftar barang yang beberapa sudah tidak saya beli sejak lama, mulai untuk tidak saya beli lagi, saya hibahkan, saya buang, saya berhenti pakai, atau ya begitulah pokoknya mencoba menyisakan barang yang penting, yang dibutuhkan, dan yang berfaedah saja. Mencoba minimalislah gitu.


Yang pertama pajangan.

Sepertinya sejak dari SMA saya tidak menyukai pajangan (benda-benda unyu, guci, icon/figur tertentu) alasannya sederhana yaitu malas untuk membersihkan debu yang menempel dan dirasa kurang bermanfaat jika hanya untuk dipandang-pandang. Pajangan saya saat ini adalah beberapa tempelan sticky note, tulisan ini itu untuk mengingatkan diri yang pelupa.

Yang kedua pakaian dan asessoris.

Awalnya saya memiliki baju berwarna-warni, berbagai model, dan berbagai jenis bahan. Prinsipnya dulu setiap golongan acara ada bajunya dan kalau bisa lebih dari satu. Tapi sekarang karena perubahan selera dan mengalami pindahan beberapa kali (ngepak baju sangat merepotkan) saya memutuskan untuk memiliki baju berwarna netral seperti hitam, putih, abu-abu, dan biru dongker supaya bisa satu untuk berbagai acara dan tidak repot waktu pindahan. Bahannya saya pilih sekitar kaos dan katun aja karena baju-baju itu harapannya nyaman dipakai berkali-kali untuk berbagai acara. Saya juga memilih warna polos agar tidak gampang dikenali ketika dipakai berkali-kali, tinggal di mix and match aja pasangan-pasangan bajunya.

Tas juga demikian, sudah berusaha dikurang-kurangi meskipun kalau dilihat masih banyak. Soalnya perlu beberapa ukuran tas yang disesuaikan dengan acara, karena belum nyoba sih ke undangan nikahan bawa ransel. Sepatu atau sendal sedikit, apalagi sekarang sudah biasa ke undangan nikahan pakai sneaker. Jadi tidak punya heels atau wedges tidak jadi soal (acaranya ke undangan nikahan doang haha).

Beberapa barang lain seperti jaket, handuk, seprai cukup 2 biji, cadangan jika pas dicuci tidak kering sedangkan mau dipakai. Barang-barang seperti ini beli lagi jika sudah rusak aja. Asessoris punya seperlunya dan perhiasan sebisa mungkin pilih yang bernilai jual, tidak perlu beli yang imitasi atau mainan.  

Yang ketiga body care.

Justru karena saya peduli dengan badan saya, saya berhenti menggunakan beberapa produk yang katanya mampu merawat badan atau kulit. Produk tersebut seperti body lotion, saya sudah lama tidak membeli body lotion yang variannya seabrek-abrek itu. Saya ganti dengan minyak zaitun atau minyak kelapa tapi, kalau malas pakai ya udah aja, kering-kering dikit biarin aja. Body scrub, dulu senang gonta-ganti body scrub karena wanginya enak-enak tapi sekarang pakai kopi. Bubuk kopi hitam ditambah minyak zaitun atau minyak kelapa dan air, aduk hingga menjadi pasta, bikin setiap mau dipakai. Wangi kopi juga enak dan bisa menghilangkan odor. Masker dan vitamin rambut, serum wajah, krim malam, dan lip balm semuanya dulu bermerek sekarang diganti dengan minyak zaitun atau minyak kelapa. Jadi dalam kehidupan saya kedua minyak sapu jagad ini bisa dipakai head to the toe dan aman untuk kulit yang rentan alergi.

Obat-obatan seperti untuk jerawat, pencegah gigitan nyamuk, luka lecet, luka bekas cacar, gatal-gatal eksim dan gatal-gatal lain, serta memar beberapa tahun ini saya pakai minyak tawon dan zam-buk, prinsipnya satu untuk semua. Alat-alat make up saya tak pakai, cuma sabun muka, pelembab, dan bedak.

Yang keempat alat tulis dan buku bacaan.

Lepas dari masa sekolah dan kuliah alat tulis yang dulu sering dibeli menjadi jarang dibeli karena pas kerja alat tulis jarang dipakai, paling pulpen yang masih sering dibeli. Dulu juga pernah membeli alat tulis bukan karena fungsinya melainkan karena lucu bentukannya. Sekarang sudah tidak lagi.

Waktu hobi membaca baru merekah, semua bacaan pengen dibaca semua buku pengen dibeli. Namun setelah berapa lama jenis bacaan lebih mengerucut, buku-buku lama sudah disingkirkan (yang sebagian besar buku cerita horor haha), menyisakan buku yang sekiranya bermutu dan bermanfaat ketika dibaca. Sekarang malah terpikir untuk tidak membeli novel lagi, pengen pindah jenis bacaan tapi belum tau apa.

Yang kelima aplikasi HP.

Saya tidak ada media sosial kecuali aplikasi Whatsapp, Facebook sudah berhenti mungkin sekitar 3 tahun dan Instagram sekitar 1 tahun belakangan ini. Punya Pinterest cuma untuk melihat tanpa share apapun. Saya juga agak resah jika memori HP, hard disk, flash disk penuh dengan hal yang tidak jelas juntrungannya, gatel pengen dibersihin, maka aplikasi yang jarang digunakan saya uninstall dan file-file yang tidak dibutuhkan lagi dihapus. Oia, saya tidak punya foto-foto lagi di memori digital, hanya tinggal di memori otak aja eaa. Dan karena tidak ada media sosial, saya jadi lebih tenang jika pergi ke suatu tempat atau bertemu seseorang, tidak sibuk foto-foto dan upload-upload, fokus menikmati keadaan dan suasana. Niat-niat salah langkah seperti pamer tereduksi dengan tidak adanya media penyaluran.

Yang keenam barang pemberian orang lain.

Oleh-oleh atau barang hibah yang diberikan orang lain sulit untuk disingkirkan, padahal tak jarang barang yang diberikan itu tidak bisa digunakan (misalnya baju kekecilan) atau tidak dibutuhkan (karena sudah dimiliki). Biasanya saya memilih untuk meneruskan amal si pemberi dengan memberikan pada orang yang lebih membutuhkan. Jika barang pemberian itu cocok dan saya butuh, maka barang itu akan saja jaga dan gunakan terus. Hmmm...sebenarnya ada beberapa barang pemberian yang tidak bisa saya gunakan namun tetap saya keep karena melihat orang yang memberinya uhuy.

Itulah sekiranya barang-barang yang saat ini tidak saya kumpulkan lagi, namun karena dasarnya manusia ini dinamis, mungkin daftar tersebut bisa berkurang atau bertambah suatu saat nanti.

Gaya hidup sedikit barang sesungguhnya membuat hemat pengeluaran, karena ketika beli barang berfokus pada fungsi barang dan kepentingan untuk dimiliki. Hidup juga menjadi lebih ringan dan fleksibel, jika traveling tidak terlalu sibuk menimbang-nimbang barang yang mau dibawa atau tidak.

Barang yang seperlunya juga membuat ruangan lebih lapang dan rapi. Tapi godaan selalu saja datang, akan ada saat dimana selalu merasa kurang dan tergerak untuk memiliki banyak barang lagi. Akan tetapi harus terus berusaha menyadarkan diri.

Ada satu jalan yang mungkin bisa jadi pertimbangan, bahwa gaya hidup sedikit barang ini juga bernilai spritual, mengingat dihari akhir nanti semua barang yang kita miliki akan dimintai pertanggungjawaban. Bukankah lebih baik memiliki sedikit barang? barang yang jelas tujuan dan manfaatnya, iya apa iya? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekan 6: Menggali Potensi

Pekan 5: Menikmati Moment

Pekan 7: Mengobrol