Mencoba Minimalis Part. 2


Identify the essential. Eliminate the rest. - Leo Babauta -

Berlanjut dari kisah yang sebelumnya, saya akan kembali menceritakan pengalaman saya meminimalkan kepemilikan barang-barang pribadi dan ujian-ujian yang muncul ketika ingin hidup dengan barang seperlunya. Huuuhhh...baiklah, saya akan mulai dari:

Perangkat perawatan tubuh.

Tempat saya tinggal ini sungguh panas dan kering, sehingga memicu eksim dan alergi saya bermunculan. Selain itu, karena keadaan setiap hari seperti sedang sauna maka badan akan berkuah-kuah, penuh keringat. Lalu wajah juga menjadi kusam, hitam, bahkan pori-pori membesar. Ya begitulah.

Saya yang awalnya hanya bertahan dengan sabun cuci muka, pelembab, dan bedak menjadi oyong karena melihat keadaan kulit yang memprihatinkan. Saya berpikir dengan cermat sebelum akhirnya memutuskan membeli perlengkapan skin care  seperti susu pembersih, toner, dan masker. Dalam memutuskan membeli segala perlengkapan itu saya tetap berfokus pada apa yang kulit saya butuhkan (untuk saat ini).

Lalu percobaan sampo campuran lidah buaya dan bahan alami lainnya untuk sementara tidak dilanjutkan sampai cuaca mungkin tidak sepanas ini (tapi kira-kira kapan ya g panasnya hmmm).

Makanan atau jajanan atau cemilan.

Disadari atau tidak, gaya hidup minimalis akan membawa individunya pada pola hidup sehat dan minim sampah (untuk zero waste mungkin sulit). Bagaimana tidak, ketika diaplikasikan pada aspek kehidupan memilih makanan misalnya, jika kita akan berfokus pada zat gizi yang dibutuhkan tubuh maka kita tidak lagi membeli dan mengonsumsi jajanan seperti ciki (setau saya ada jajanan yang merek Chiki, terus semua jajanan serupa dibilang ciki meskipun mereknya bukan Chiki. Tapi makanan seperti ini nama aslinya apa ya?), seperti permen, seperti keripik-keripik, seperti teh dalam gelas dan dalam botol atau makanan lain yang rendah serat tapi tinggi garam, gula, dan pengawet.

Selain karena faktor minimalis ini, jenis makanan yang saya konsumsi pun berkurang dengan sendirinya karena adanya alergi yang terjadi pada saya jika makanan itu saya konsumsi, misalnya ayam dan telur ayam. Saya pernah tidak ada masalah dengan mengonsumsi dua makanan itu, akan tetapi belakangan kulit saya mengalami ruam dan gatal-gatal habis makan ayam atau telur ayam, sehingga dengan sendirinya turunan makanan olahannya pun tidak saya makan seperti kue-kuean yang dibuat pakai telur.

Tapi oh tapi, ada makanan yang belum bisa saya eliminasi, yaitu bakso dan tekwan. Saya pikir bakso dan tekwan bukan makanan ideal untuk mencukupi zat gizi harian,  karena sebetulnya saya bisa memilih sayur, buah, ikan, tahu, tempe, serta karbo untuk memenuhi kecukupan gizi harian saya. Tapi gimana dong, lidah ingin bergoyang, ingin kepanasan dan kepedasan. Pada bagian ini saya kehilangan fokus pada apa yang sesungguhnya tubuh saya butuhkan. Huft.

Teman atau sahabat.

Mungkin ada orang yang mengalami, mungkin juga tidak, bahwa semakin bertambahnya usia teman semakin mengerucut, kuantitas bukan lagi hal yang utama, melainkan kualitas. Teman bisa saja banyak seperti rekan kerja, partner bisnis, lingkungan pengajian, dan teman-teman lain yang bisa bersumber dari mana saja. Tapi teman yang sesungguhnya dekat di hati, mungkin akan disadari bahwa jumlahnya tak lebih banyak dari jumlah jari-jari. 

Perjalanan saya yang berpindah-pindah memungkinkan sekali terjadinya seleksi alam, saya pun terbuang dari kehidupan seseorang karena seleksi alam dihidup orang tersebut. At the end of the day, saya tidak bisa memerhatikan seluruhnya maka saya berfokus pada teman-teman saya yang bersamanya bisa saling menukar energi positif.

Minimalism dalam hubungan pertemanan bukanlah hal yang direncanakan, terjadi alami dan terkadang sulit ditolak, ya sudah terima saja. Kepada yang masih bisa dihubungi dan bisa mengobrol dengan hangat beruntunglah, karena di masa yang tidak kita ketahui waktunya mungkin kita akan bertemu kembali dan saling membantu.

Begitulah sekiranya yang ingin saya tuliskan. Katanya minimalism itu hanya alat, kita bebas meletakkannya dibagian hidup kita yang mana saja, di dalam lemari pakaian pribadi, di meja kerja, di ruang makan, dan di di lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekan 7: Mengobrol

Pekan 8: Game Online, Game Offline

Pekan 5: Menikmati Moment