Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

(Don't) Take it Personal

Tampaknya aku ga bisa untuk ga baper dengan apa yang terjadi dalam kehidupanku, terutama siklus-siklus yang terkadang membelenggu, karena harus dipikirkan baik-baik disikapi dengan cara apa agar tidak terulang.  Well, kali ini aku ga akan menceritakan semuanya (karena pastinya ga menarik dan who cares?  hahaha) hanya 1 cerita yang sedang terjadi (plis jangan bilang who cares? ). Tahun ini alergiku muncul 2x, ga usah mengkambinghitamkan dengan segala makanan, segala sabun-sabunan, atau segala parfum-parfuman, alergi ini muncul jelas-jelas karena stres, karena ada keinginanku yang tidak terpenuhi dan harapanku yang tidak tercapai. Dan aku baper. Nah, dari kemunculan yang kedua, alergi itu mengulang 2x dalam waktu yang berdekatan. Mungkin diulangan ke-2 makanan yang lalai aku jaga memicu munculnya kembali alergi yang mengerikan ini, tetapi tentu alasan yang lebih kuat adalah stres yang masih bercokol di kepala dan hati (btw alerginya bukan gatal-gatal doang, tapi tiba-tiba muncul luka di

kaki yang menangis

Sepasang kaki penuh bekas luka dalam senyum penuh suka Ia telah menjelajah  diberbagai belahan dunia Sepasang kaki putih bersih rona merah dan berseri-seri Ia telah menjejaki setiap tempat perawatan diri Sepasang kaki terlihat duka dari sudut-sudutnya merembes air mata Ia rapi terkurung dalam bingkai kaca Ia apik terpelihara Ia pun tak pernah kemana-mana
Pengen cerita terus Pengen berbagi rahasia terus Pengen sayangi terus Sampe lupa Suatu hari dia bisa aja . . . kembali jadi orang asing
Aku bermimpi Kala itu kita berseragam sekolah Kita tertawa sepuasnya entah disebabkan apa Aku lelah dan tertidur dengan cemas: "Apakah saatku tertidur kau masih di sisiku?" Tidurku hampir nyenyak ketika kau tutupi bagian tubuhku yang terbuka dan kedinginan Mataku memicing untuk melihat wajahmu yang masih belasan "Senang, karena kau masih di sisiku" Di dalam mimpi kasih sayangmu terasa begitu nyata Namun di dalam nyata kau hanya sebuah mimpi Selamanya dalam ingatanku kau tidak akan menua Dan kau akan tetap jadi yang pertama R
Mungkin hampir tidak ada yang mampu disembunyikan baik di dalam gelap maupun terang baik rasa suka maupun duka baik iya maupun tidak Intiplah melalui celah tatapan mata serta lipatan-lipatan ekspresi wajah serta tinggi rendah nada suara serta apa-apa yang jadi pilihan kata maka yang disembunyikan hampir tidak ada
Terkadang waktu yang sempit lebih menguntungkan Karena pada akhirnya banyak hal yang mampu diselesaikan Tidak seperti waktu luang Yang pada akhirnya hanya terbuang-buang
Selalu terbit rasa sedihku Tiap kali aku terkenang dirimu Dulu kita serba tidak tahu Dan berkepala batu Kini aku tergugu Teringat hari yang pernah berlalu Hari-hari bersama kamu
A: "Berat banget ya, nangis aja, teriak juga boleh." B: "Aku g mau nangis, g mau teriak, aku cuma mau menyerah." A: ....

Kali ini S A J A

Di dalam sunyi semua terdengar dengan jelas Suaraku Suaramu Suara dia Suara kita Di dalam sunyi semua terdengar dengan jelas Gumaman Igauan Harapan Rintihan Lacur, semua lirih luruh dalam sunyi Kali ini Sunyi sungguh memekakkan telinga
Gemuruh di dada Badai di kepala Sakit itu masih ada Luka itu masih menganga
Jika tidak ada satu orangpun di dunia ini yang menerimamu, kamu harus tetap bisa menerima dirimu sendiri. Jika tidak ada satu orangpun di dunia ini yang mendukungmu, kamu harus tetap bisa mendukung dirimu sendiri. Jika tidak ada satu orangpun di dunia ini yang mempercayaimu, kamu harus tetap bisa percaya pada dirimu sendiri. Karena pada akhirnya yang tersisa hanyalah dirimu dan dirimu.
☺: "Mengapa kau selalu menopang dagumu?" ❤ : "Hatiku ini lemah, aku tak mampu mengangkat wajahku untuk menatap dunia jika tidak kutopang daguku."
Perjalanan terjauh yang bisa dilakukan seseorang kepada seseorang lainnya mungkin adalah perjalanan ke dalam alam bawah sadarnya (menjadi luka yang sulit dikompromikan, menjadi gemuruh dalam hati yang sulit ia damaikan). Perjalanan terjauh yang bisa dilakukan seseorang kepada seseorang lainnya mungkin adalah perjalanan ke dalam alam bawah sadarnya (menjadi kebaikan disetiap sendi kehidupannya, menjadi kesadaran dalam setiap kealpaannya).

Bertemu di dalam Perjalanan

Dia terus menerus tertawa, terpingkal-pingkal hingga mengeluarkan air mata. Bolak balik dia mengusap titik air itu dengan jemarinya. Sementara aku merespon seadanya sambil bertanya-tanya di mana letak lucunya. Dia selalu begitu, ada saja cerita yang menurutnya lucu dan perlu diceritakan kepadaku. Kemudian disetiap ujung ceritanya dia bertanya pertanyaan yang sama. “Lucukan?” Ucapnya masih dengan wajah yang penuh seri. “Iya lucu.” Aku menjawab, jawaban yang sama setiap kali dia bertanya. Sudah bertahun-tahun bersamanya, mengapa setiap hal yang menurutnya lucu, tidak lucu bagiku. Sudah bertahun-tahun bersamanya, tiap dia merasakan senang, aku tak bisa ikut senang. Sudah bertahun-tahun bersamanya, tiap dia merasa telah membuatku bahagia, aku tidak merasa bahagia. Lalu mengapa aku bisa bersamanya selama ini. Waktu berjalan, sudah cukup aku menahan diri, kuputuskan untuk mengakhiri kisah dengannya. Tiada lagi cerita yang bisa ditertawakan bersama, gelaknya selalu tanpa
Jangankan lingkungan, pikiranmu sendiripun bisa mencemarimu.
Masing-masing kita harus mencari jalan keluar dari betapa sempitnya pikiran kita.
"Kenapa kamu pegang thermometer terus?" "Biar saya ingat, cukup dia yang terpengaruh suhu keadaan, saya jangan."
Pake otaknya yang benar. Biar gak gampang salah paham.
"Kamu lagi ngapain sih?" "Liatin orang-orang." "Kenapa harus dari atas?" "Supaya bisa tau alasan dia melakukan itu apa."
Apa kabar menjadi tidak penting bukan karena kita sama-sama tau bahwa kita baik-baik saja, tapi karena kabar satu sama lain sudah tidak penting lagi.
Jika dalam kisah ini masih ada hal yang bisa kita tertawakan bersama, artinya masih bisa kita perjuangkan.
Bukan maksud menggantungkan kebahagiaan kepada orang lain, tapi jika membersamai tidak membawa kebahagiaan, mungkin ada yang salah dengan kebersamaan itu.
Jangan takut, aku tidak menginginkanmu. Jika iya, sudah kumasukkan kau dalam doa-doaku. Saat itu, kita sejenak di lintasan yang sama.
Tidak ada alasan mengapa seseorang ingin masuk ke kehidupan seseorang yang lain dan berlama-lama di sana kecuali kepedulian yang menjalar pada rasa suka, mungkin.

...

Kita adalah rangkaian kata tanpa jeda dan tanda baca Kita adalah dering telepon yang tidak membuat terjaga Kita adalah sampan dengan kayuhan yang berbeda Kita adalah pemimpi yang tak pernah mewujudkan apa-apa Kita adalah yang beku dalam luka Yang kelu dalam tawa Yang hampa dalam rasa Kita adalah tiada Kita adalah yang kembali pada tiada Sebab itu, aku agak melankoli malam ini

Catet

Memangnya ka mu siapa. Tak banyak manusia lain yang peduli padamu. Jika ada satu, itu sudah lebih dari cukup. Jangan disia-siakan.

The List

20 tahun - masih kuliah - merancang penelitian 21 tahun - penelitian kanker payudara (di Dharmais) - lulus S1 IPB 22 tahun - wisuda - ke Kediri, Pare - mau S2 ke Australi (gagal sebelum mencoba) - asisten dosen 23 tahun - ngajar SD di Bogor - naik gunung (pertama kali) 24 tahun - pindah ke Jambi (deal dengan masa lalu dan orang tua, belum berjalan mulus) - nyari kerja di Jambi (gagal) - kursus jahit 25 tahun - kerja di konveksi - pindah ke Bandung (mau bikin usaha sama teman, gagal) 26 tahun - pindah ke Jakarta - asisten di Terapi Elektromagnetik - naik gunung (kedua kali) 27 tahun - pindah ke Malang - ngajar SD (kedua kali) 28 tahun - pindah ke Jambi_lagi (deal-dealan lagi) - nyari kerja di Jambi (gagal lagi) - buka ngajar privat di rumah - ke Kediri Lagi, Pare (kedua kali) 29 tahun - new game :) "Hidup memang banyak macamnya, jalani saja siklusmu dengan gembira." Ucap seorang kawan.

Tunggal

Pagi itu, Tunggal tetap terlelap meski dering alarm meraung-raung di samping telinganya. Alarm yang dipasang pun teguh dengan tugasnya, tetap meraung, tetap meronta, tetap menjerit-jerit di samping telinga si empunya. Hingga terdengar suara gaduh dari depan pintu kamar. Rupanya penghuni kamar kost sebelah yang terganggu dengan bunyi alarm Tunggal. Berteriak penuh kekesalan meminta alarm dimatikan, karena yang terbangun dari tidur adalah dia, bukan Tunggal si- penyetel alarm. Di titik di mana kemarahan penghuni kamar sebelah sedang memuncak, Tunggal terbangun. Linglung mengapa pagi ini begitu gaduh?, padahal ia ingin sekali terbangun dalam ketenangan. Lalu ia menyadari bahwa dering alarmnya adalah si pembuat onar. Ia matikan dan suara gaduh pun lenyap. Tunggal kembali ingin masuk ke dalam peraduan, melanjutkan mimpi yang menggantung. Namun gagal, seekor cicak jatuh tepat di atas keningnya. Tunggal bereaksi, terkejut dan terjungkal dari dipan tempat tidur sedangkan cicak telah mele

Bingung

Kamu bilang aku batu Lalu kamu sebut apa dirimu yang suka membisu Kamu bilang aku peragu Lalu kamu sebut apa dirimu yang selalu berputus asa itu Kamu suruh aku pergi Tapi mengapa kamu selalu panggil aku kembali Kamu suruh aku menemani Tapi mengapa kamu selalu duluan berlari Aku minta kamu pergi kamu malah datang kembali Aku tak ingin kamu temani kamu malah datang, duduk, serta menyanyi

Mencoba Meminimalkan Sampah

Hampir semua barang yang kita gunakan akan berakhir menjadi sampah, sedang makanan pun akhir ceritanya adalah sampah meski tersimpan di dalam tubuh. Sampah yang kita hasilkan ini ada yang bisa di daur ulang dan ada yang sulit bahkan mungkin tidak bisa didaur ulang, maka kita perlu memperhatikan jenis sampah apa yang sering kita produksi atau kita buang. Saya pernah kesulitan tidur karena tiba-tiba muncul pikiran, apa ujung cerita dari semua sampah yang selama ini saya buang, terutama ketika menjadi anak kos dimana setiap membeli makanan di warung dibungkus plastik lalu setiap plastik yang sudah kotor itu langsung dibuang, 2-3 kali makan dalam sehari selama lebih dari 5 tahun. Saya sungguh ngeri, sampai termimpi-mimpi sampah itu menuntut penyelesaian dari saya. Memang saya pernah membeli makan dan dimasukkan ke kotak makan sendiri, saat itu pikiran tidak panjang sehingga tidak menjadikan perbuatan itu sebagai kebiasaan. Di masa itu, kepedulian akan sampah hanya sebatas tidak membu

Mencoba Minimalis Part. 2

Identify the essential. Eliminate the rest. - Leo Babauta - Berlanjut dari kisah yang sebelumnya, saya akan kembali menceritakan pengalaman saya meminimalkan kepemilikan barang-barang pribadi dan ujian-ujian yang muncul ketika ingin hidup dengan barang seperlunya. Huuuhhh...baiklah, saya akan mulai dari: Perangkat perawatan tubuh. Tempat saya tinggal ini sungguh panas dan kering, sehingga memicu eksim dan alergi saya bermunculan. Selain itu, karena keadaan setiap hari seperti sedang sauna maka badan akan berkuah-kuah, penuh keringat. Lalu wajah juga menjadi kusam, hitam, bahkan pori-pori membesar. Ya begitulah. Saya yang awalnya hanya bertahan dengan sabun cuci muka, pelembab, dan bedak menjadi oyong karena melihat keadaan kulit yang memprihatinkan. Saya berpikir dengan cermat sebelum akhirnya memutuskan membeli perlengkapan skin care   seperti susu pembersih, toner, dan masker. Dalam memutuskan membeli segala perlengkapan itu saya tetap berfokus pada apa yang kulit

Mencoba Minimalis

Berawal dari hidup saya yang berpindah-pindah lokasi selama 12 tahun belakangan ini, saya jadi berprinsip untuk tidak memiliki banyak barang, supaya tidak sulit waktu boyogan dan tidak menghabiskan biaya untuk angkut-angkut. Walaupun kejadiannya pas pindahan barang boyongan tetap banyak. Haha. Kegiatan menyortir barang menjadi sering saya lakukan, selain untuk mengontrol barang yang dimiliki tetap dalam jumlah yang masuk akal juga melatih diri untuk tidak melekat atau ketergantungan pada suatu barang. Nah, saya baru tahu bahwa ada aliran gaya hidup minim barang seperti ini yang disebut Minimalism Life Style . Tetapi saya tidak membaiat diri ke dalam aliran ini, saya cuma terus berusaha untuk hidup dengan barang-barang yang penting dan bermanfaat saja semampu saya. Berangkat dari pengalaman, saya membuat daftar barang yang beberapa sudah tidak saya beli sejak lama, mulai untuk tidak saya beli lagi, saya hibahkan, saya buang, saya berhenti pakai, atau ya begitulah pokoknya m

Titik Buta

“Saat itu aku sungguh tertekan, rasa sayang dan marah keluar dari lubang yang sama, berdesak-desakan. Kulampiaskan melalui tangisan, tanpa suara dan air mata. Kau tahu, dadaku sungguh sakit kala itu, berhari-hari, berbulan-bulan. Sakit di dada ternyata bukan hanya karena menahan tangis, melainkan ada segumpal penyakit yang bercokol di sana.” Aku tersendat, menarik napas dalam. Sambil kupejamkan mata, kusebutkan sebuah nama penyakit yang kini bisa kuucapkan dengan tenang. “Tumor payudara.” Ia hanya diam, khidmat mendengar tuturku. Ku hembuskan napas, ku buka mata, menerawang jauh, membiarkan semua masa lalu itu keluar masuk berseliweran di dalam ingatanku. “Kau sudah melaluinya sekarang, kau sudah jauh lebih baik.” Ia membuka suara. Tanpa menoleh padanya ku balas ia dengan senyum. Kepalaku masih mendongak ke atas, langit yang sedang ku tatap sangat indah. “Syukur aku mengetahui dengan cepat, tumor payudara itu masih tahap awal. Jika sedikit lebih lama mungkin akan di